Heboh! SMPN 16 Purworejo Punya Hajat Mantu

Suara gendhing kebo giro dan kodok ngorek samar-samar terdengar dari arah aula sekolah. Di kesempatan lain suara panyandra fasih melisankan kalimat-kalimat berbahasa Jawa inggil. Janur kuning pun tampak melengkung, disertai kerumuman orang berbusana batik. Rupanya SMPN 16 Purworejo sedang punya gawe. Itulah sepintas gambaran gelar karya P5 Kearifan lokal yang mengambil tema “Tradisi Pernikahan Adat Jawa”. Hajat mantu ini digelar pada Kamis, 23 Januari 2025 dengan melibatkan seluruh warga sekolah.

Masing-masing warga sekolah mengambil peran mulai dari menjadi pengantin, orang tua, dukun manten, cucuk lampah, manggala yudha, putri dhomas, pranata adicara, pamedhar sabda pasrah tinampi, sampai wedding organizer dan tamu undangan. Acara pun digelar layaknya sebuah hajatan pernikahan yang proper, lengkap dengan dekorasi pelaminan, meja penerima tamu, meja tamu VIP, buffet makanan, souvenir, seserahan, dokumentasi, sound system, kembar mayang, dan perlengkapan untuk rangkaian upacara adat.

Pernikahan adat Jawa dipilih dalam P5 kali ini karena beberapa pertimbangan. Pertama, banyak anak yang saat ini sudah tidak lagi mengenal tradisi dan kultur Jawa. Kedua, banyak anak yang bahkan merasa asing dengan bahasanya sendiri. Ketiga, selama ini anak hanya sekedar tahu dan pernah melihat prosesi adat, tanpa mengenal filosofinya. Keempat, banyak anak muda yang memutuskan menikah tanpa pertimbangan matang,

Pernikahan adat Jawa memiliki rangkaian prosesi. Dari temu manten yang dipimpin oleh cucuk lampah, balangan suruh, menginjak telur, wisuhan, sinduran, bobot timbang, nanem jero, kacar kucur, klimahan dan sungkeman. Gelar karya ini merupakan hasil belajar dari proses kurang lebih dua minggu. Tidak hanya berfokus pada upacara pernikahannya saja namun anak juga mendapatkan materi lain. Anak banyak diajak untuk bekerja dalam tim dalam mendiskusikan makna pernikahan, pandangan agama terhadap pernikahan, perubahan budaya pernikahan, kearifan lokal dan adat pernikahan, dan sosialisasi Undang-Undang Perkawinan.

Selain itu anak juga diajak untuk mengenal budaya Jawa lebih jauh. Hal ini terlihat pada materi pengenalan filosofi dan sejarah gendhing Kebo Giro serta Kodok Ngorek, filosofi pakaian adat dan dekorasi pengantin, serta filosofi dari masing-masing prosesi. Dari sisi bahasa, anak juga mendapatkan pembekalan tentang Pamedhar Sabda dan Pranata Adicara, mengingat saat ini banyak anak yang kesulitan membedakan pembacaan fonem a dalam bahasa Jawa yang kadang dibaca a dan kadang dibaca o. Harapannya anak-anak menjadi familiar dengan istilah-istilah Jawa.

Sementara itu, dari sisi keterampilan anak juga mendapatkan berbagai bekal. Mulai dari menghias seserahan, membuat souvenir, maupun melakukan analisis budgeting. Hal ini bertujuan supaya anak memiliki pemahaman bahwa menikah membutuhkan berbagai persiapan, baik secara finansial maupun psikologis. Selain itu, harapannya anak-anak juga memiliki bekal apabila mereka tidak bekerja di sektor formal melainkan mengembangkan ekonomi kreatif.

Ketua Panitia Kegiatan P5, Okta Adetya, S.Pd., menjelaskan, rangkaian kegiatan P5 ini ingin mengikis persepsi masyarakat bahwa P5 selalu berkaitan dengan menghambur-hamburkan uang. P5 ini menekankan pada bagaimana anak membangun rasa percaya diri, kerjasama tim, dan menggali bakat minat.

“Seluruh rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan, kita implementasikan dalam gelar karya, termasuk seserahan dan souvenir yang sudah dibuat diikutkan dalam prosesi pernikahan hari ini, Sehingga, kegiatan benar-benar merepresentasikan hajat pernikahan pada umumnya. Kami memiliki tujuan erase borders between peoples. Hal ini tercermin pada bagaimana kepanitiaan inti yang berjumlah lima dari masing-masing kelas dapat berkolaborasi dan bersinergi,” papar Okta.

Okta menyebut, setiap rangkaian dalam adat pernikahan adat Jawa memiliki makna filosofi sendiri-sendiri, termasuk iringan musik atau gending yang dipakai di pernikahan. Okta mencontohkan, pada prosesi kacar-kucur, mempelai pria memberi penghasilan (kaya) kepada istrinya yang dilambangkan dalam wujud kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, beras kuning dan logam.Kaya harus diterima sang istri dengan sapu tangan dan tidak boleh tercecer. Ini lambang bahwa istri harus mampu memanfaatkan secara hemat dan cermat.

Kepala SMPN 16 Purworejo Murniasih, S.Pd., M.M.Pd., menambahkan, projek ini ternyata mampu mengintegrasikan berbagai materi mata pelajaran. Seperti agama terkait hak dan kewajiban, keterampilan diwujudkan dalam pembuatan seserahan, kewirausahaan dimunculkan dalam pembuatan souvenit, matematika dalam analisis budgeting, seni budaya dalam prosesi adat dan hiburan, bahasa dalam hal Pamedhar Sabda dan Pranata Adicara, serta PPKn terkait UU Perkawinan.

Harapannya dengan materi yang sudah didapatkan, kata Murniasih, siswa paling tidak mengenal, melestarikan, bahkan mengembangkan. Soal keterampilan-keterampilan yang diberikan, diharapkan dapat menjadi peluang usaha jika siswa nantinya tidak bisa bekerja di sektor formal. “Tentunya kami ingin membentuk karakter siswa sekaligus mengenalkan adat kebudayaan Jawa yang mulai luntur. Terutama, adat dan tradisi-tradisi mantu Jawa yang perlu dikenali oleh para generasi muda,” pungkas Murniasih. (Jon)

Tinggalkan Balasan

error

Enjoy, Follow & Share Now!